Elang Ikan Kepala
Kelabu
Nama Indonesia : Elang ikan kepala kelabu
Nama Inggris : Grey headed fish eagle
Nama Ilmiah : Ichthyophaga ichthyaetus
(Horsfield, 1821)
a.
Morfologi
Berukuran 66-77 cm. Rentang Sayap 140 –
175 cm. Tubuh berwarna abu – abu, coklat dan putih. Individu dewasa: kepala dan
leher abu – abu, dada coklat. Sayap dan punggung coklat gelap. Ujung ekor
bergaris hitam. Pada individu remaja: bagian atas coklat kekuningan,
bagian bawah bercoret coklat dan putih, ekor coklat mengkilap dengan ujung
bergaris hitam. Iris coklat sampai kuning, paruh dan sera abu – abu. tungk– 77
cm.
Suara: Teriakan nyaring sengau “awh –
awhrr” dalam rentetan yang khas.
b.
Habitat
Mengunjungi
daerah perairan, danau, sungai dan hutan rawa gambut. Di jawa diketahui
menggunakan daerah pesisir sebagai habitat untuk berbiak. Memilih bertengger di
dahan pohon dengan posisi di atas air sambil menunggu ikan yang naik ke permukaan.
Penyebarannya di India, Asia Tenggara, Filipina, Sulawesi, dan Sunda Besar.
Tidak umum, tetapi penyebarannya luas di sepanjang sungai di Sumatra dan
Kalimantan. Sekarang jarang ditemukan di Jawa Barat. Pernah ditemukan di Jawa
Timur, tetapi tidak ada catatan terbaru.
Penyebaran global : India, Asia Tenggara, Filipina,
Sulawesi, dan Sunda Besar.
c.
Upaya Pelestarian
Pemerintah melakukan berbagai upaya pelestarian elang
ikan kepala kelabu di berbagai tempat perlindungan, antara lain:
Ø Taman Nasional Sebanga
Ø Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
Ø Taman Nasional Alas Purwa
Ø Pusat Penyelamatan Satwa Jogjakarta (PPSJ)
Ø Dinas Kehutanan di Jawa Barat
Pemerintah juga
mengeluarkan Undang-Undang tentang pelestarian hewan langka:
1.
Barangsiapa
dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup,
(Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak
Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2).
2. Barang Siapa Dengan Sengaja menyimpan, memiliki,
memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan
mati (Pasal 21 ayat (2) huruf b), diancam dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(Pasal 40 ayat (2));
3. Barang siapa dengan sengaja memperniagakan,
menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang
dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau
mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di
luar Indonesia; (Pasal 21 ayat (2) huruf d), diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2)); (Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
KSDAH dan Ekosistemnya)
d.
Klasifikasi
Kerajaan : animalia
Filum : chordata
Kelas :
aves
Ordo :
falconiformes
Famili :
accipitridae
Genus : lchtyophaga
Spesies : Ichtyophaga
Ichthyaetus
e.
Tempat Berkembangbiak
Di Sumatera dan Kalimantan
rata – rata antara bulan April – Agustus. Di Jawa diperkirakan antara bulan
April – Juli. Sarang berukuran besar mencapai 1,5 cm. Bila digunakan terus
menerus kedalaman sarang bisa mencapai 2 m. Sarang umumnya menggunakan pohon
dengan ketinggian 8 – 30 m. Jumlah telur rata – rata 2 butir dengan masa pengeraman
28 – 30 hari.
f.
Makanan
Makanan
utamanaa adalah ikan, termasuk yang sudah mati. Kadang – kadang memakan
reptilia, burung, ayam – ayaman dan mamalia kecil.
g. Keterancaman dan Status
Manusia
menghilangkan daerah lahan basah dan dataran rendah yang menjadi habitatnya
serta kondisi perairan yang tercemar menjadi ancaman serius bagi kelangsungan
hidupnya.
Ø Daftar
merah IUCN :
Hampir Terancam (NT)
Ø Perdagangan
Internasional : Appendix II, dapat diperdagangkan dengan
pengaturan tertentu
Ø Perlindungan : PP No. 7/1999 dan UU No. 5 Tahun 1990
h.
Kebiasaan
Sering mengunjungi daerah perairan, sungai danau, dan paya di hutan dataran rendah. Menukik menerkam ikan ketika terbang
atau dari posisi bertengger di pohon. Jarang terbang melayang-layang.
0 comments:
Post a Comment