Wednesday, December 14, 2016

Contoh Layout Buletin Narkoba

PLAKAT merupakan buletin yang diterbitkan oleh sebuah organisasi bernama PLATINA (Pelajar Teladan Anti NAPZA) SMAN 1 Yogyakarta. PLAKAT merupakan akronim dari “Platina Berkata” yang terbit setiap dua bulan sekali dan biasanya menguak kasus-kasus penyalahgunaan narkoba yang sedang booming di masyarakat, dan berikut contoh buletin yang telah berhasil diterbitkan. Semoga menginspirasi :))

PLAKAT Edisi II
Layout by : Annisa Nur Baiti

PLAKAT Edisi IV
Layout by : Annisa Nur Baiti
Share:

Artikel Pahlawan "Sudirman, Panglima Besar Panutan Bangsa"

Panglima Besar Panutan Bangsa
            Bagi bangsa Indonesia, Panglima Besar Jenderal Sudirman adalah tokoh yang begitu populer. Ia adalah pahlawan pejuang yang berasal dari kalangan angkatan bersenjata. Bahkan karena ketokohan dan kepeloporannya di bidang ketentaraan, maka Jenderal Sudirman kemudian dikenal sebagai Bapak TNI. Sekalipun secara formal ia bukan lulusan akademi militer, namun karena bakat, semangat dan disiplin yang tinggi serta rasa tanggung jawab dan panggilan hati nurani untuk berjuang mencapai dan menegakkan kemerdekaan Indonesia, maka Sudirman cepat mencuat sebagai pemimpin di lingkungan angkatan perang Indonesia. Sudirman berasal dari keturunan rakyat biasa, yakni dari pasangan Karsid Kartowiroji dan Siyem. Ia dilahirkan di desa Bodaskarangjati, Purbalingga pada 24 Januari 1916. Sejak kecil, Sudirman sudah menjadi anak angkat keluarga Tjokrosoenarjo, dengan harapan agar kelak ia bisa sekolah. Istri Tjokrosoenarjo itu tidak lain adalah kakak dari Siyem (ibu kandung Sudirman).
            Sebagai Bapak TNI, ia bukan disimbolkan oleh tanda pangkat, bintang atau tanda jasa, namun ditandai dengan semangat dan nurani yang tajam sebagai seorang pejuang. Pakaian khasnya, adalah destar atau ikat wulung (ikat kepala berwarna hitam), baju mantol hijau tentara dan keris yang terselip. Ia sangat baik dengan anak buah, arif dan tidak bersikap keras, tetapi lebih menonjolkan watak kebapakannya. Itulah beberapa keistimewaan Sudirman yang jarang ditetemukan pada diri pimpinan tentara dan mungkin juga pemimpin nasional yang lain. Sebagaimana layaknya masyarakat Indonesia yang dikenal religius, Sudirman sebagai anak desa di Jawa, setiap sore biasa pergi ke surau atau langgar untuk belajar membaca Al-Quran dan pengetahuan agama Islam. Ia tumbuh di tengah-tengah keluarga dan masyarakat Jawa yang muslim sehingga wajar kalau sejak kecil sudah belajar agama dan sering dipanggil “kajine.”
            Sudirman mengawali dan membina debut ketokohannya dari lingkungan sipil atau lingkungan sosial kemasyarakatan. Sejak sekolah di MULO Wiworotomo, Sudirman sudah aktif di dalam kegiatan organisasi. Di samping aktif berorganisasi, Sudirman merupakan peserta didik yang tekun dan ulet. Bahkan di antara teman-temannya, Sudirman menjadi cermin sekaligus tempat bertanya soal pelajaran di sekolah, sehingga ia terkenal sebagai guru kecil atau pembantu guru. Ia kemudian menjadi aktivis Muhammadiyah di Cilacap, antara lain aktif di kepanduan Muhammadiyah atau yang terkenal dengan sebutan Hizboel Wathan (HW), juga di Pemuda Muhammadiyah. Di lingkungan HW dan dan Pemuda Muhammadiyah ini, pembinaan diri Sudirman menjadi semakin efektif. Ketakwaan, kedisiplinan, kerja keras, tanggung jawab dan jiwa kepemimpinannya lebih terpupuk dan semakin matang. Oleh karena aktivitas, tanggung jawab, dan jiwa kepemimpinannya, Sudirman dipercaya sebagai pimpinan HW, Sudirman juga pernah menjadi pimpinan Pemuda Muhammadiyah Wilayah Jawa Tengah. Tidak hanya itu, ternyata Sudirman juga seorang pendidik dan guru di lingkungan pendidikan HIS Muhammadiyah, sekalipun secara formal Sudirman bukan lulusan dari pendidikan guru. Namun dengan kemauan dan kemampuan yang dimiliki, ternyata Sudirman mampu tampil sebagai guru yang andal. Pada waktu diadakan pemilihan kepala sekolah, ternyata tanpa pernah dibayangkan, Sudirman terpilih sebagai Kepala Sekolah HIS Muhammmadiyah Cilacap. Sebagai pendidik di lingkungan pendidikan Muhammadiyah, Sudirman memiliki obsesi untuk memajukan pendidikan kaum bumiputera. Ia sangat berkomitmen dan berpandangan tegas seperti halnya Ahmad Dahlan dan Ki Hadjar Dewantara, bahwa melalui pendidikan bumiputera yang maju akan dapat mencerdaskan kehidupan masyarakat, sebagai langkah strategis untuk mengikis pengaruh ideologi yang dilakukan oleh penjajah. Setelah beranjak dewasa, Sudirman dikenal sebagai da’i kondang di wilayah Kedu dan Banyumas.
            Memasuki masa pendudukan Jepang, Sudirman tampil sebagai tokoh yang cukup dewasa, arif, dan tetap rendah hati. Jiwa kepemimpinannya begitu menonjol. Ia sangat memperhatikan nasib masyarakat. Pada masa pendudukan Jepang, banyak anggota masyarakat menderita dan jatuh miskin. Sudirman mencoba membantunya dengan cara membentuk koperasi dagang yang diberi nama Perkoperasian Bangsa Indonesia atau Perbi. Koperasi ini ternyata dapat memperingan beban hidup masyarakat Cilacap. Sudirman pada waktu itu juga berusaha membuka kembali sekolah Muhammadiyah yang pernah ditutup oleh Belanda. Usahanya pun berhasil setelah mengalami berbagai kesulitan. Dengan ketokohan Sudirman ini telah menimbulkan kekhawatiran bagi Jepang. Oleh karena itu, Jepang mencoba memanfaatkan ketokohan Sudirman ini untuk kepentingan Jepang sekaligus secara politis untuk membatasi ruang gerak Sudirman. Sudirman kemudian diangkat sebagai Syu Sangi kai (Dewan Penasehat di tingkat daerah karesidenan). Pada waktu Jepang membentuk pasukan keamanan Pembela Tanah Air (PETA), Sudirman pun direkrut, dan kemudian dipercaya sebagai Daidanco (komandan batalion PETA) di Banyumas.
            Demikian juga pada masa kependudukan Belanda, saat Sudirman dalam keadaan sakit dan dalam perawatan di rumahnya Bintaran, Yogyakarta, situasi politik nasional semakin memanas. Pada November 1948, hubungan antara Indonesia dengan Belanda semakin memburuk. Belanda terus berusaha meningkatkan kekuatan bersenjatanya. Menghadapi perkembangan yang semakin memburuk itu, sekalipun dalam keadaan sakit, Sudirman tetap melakukan koordinasi dengan para komandan agar semua kekuatan bersenjata bersiap siaga.
            Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan terhadap RI dengan menyerang ibukota RI Yogyakarta guna menangkap  pemimpin-pemimpin pemerintah dan merobohkan pemerintah RI. Hari itu juga Jenderal Sudirman meninggalkan Yogyakarta dan memulai perjalanan gerilya yang berlangsung kurang lebih tujuh bulan lamanya. Buat seorang yang masih sakit, perjalanan seperti itu bukanlah perjalanan yang ringan, tak jarang Sudirman kekurangan makanan dan obat-obatan. Di samping itu, Belanda juga selalu berusaha menangkapnya.
            Pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Sudirman meninggal dunia di Magelang, Jawa Tengah karena sakit tuberkulosis parah yang dideritanya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan. Pada 1997, ia mendapat gelar sebagai Jenderal Besar Anumerta dengan bintang lima, pangkat yang hanya dimiliki oleh tiga jenderal di RI sampai sekarang, yaitu Soeharto, Abdul Haris Nasution dan dirinya sendiri.
            Perjalanan hidup Sudirman telah meletakkan dasar-dasar kepribadian, karakter dan membangun jiwa kepemimpinan Sudirman. Tokoh Sudirman adalah sosok yang pantas untuk diteladani. Ia seorang pribadi yang senang kerja keras, disiplin, jujur dengan empati yang tinggi. Ia adalah seorang pemimpin yang demokratis dan bertanggung jawab, sangat menghargai sesama dan rela berkorban untuk masyarakatnya, serta membela anak buahnya. Perjalanan hidup dan jiwa kepemimpinan Sudirman itu dibangun di tengah-tengah masyarakat dan diabdikan untuk kepentingan masyarakat dan bangsanya.
            Dengan realitas tersebut, sudah sepantasnya sosok Sudirman dengan segala dinamika hidup dan perjuangannya selalu kita kenang dan dijadikan cermin serta teladan bagi bangsa Indonesia. Apalagi jika dikaitkan dengan kondisi kehidupan dewasa ini, dimana bangsa kita sedang mengalami krisis keteladanan dan krisis kepemimpinan. Rasa percaya antarsesama komponen bangsa semakin menipis. Kehidupan berkebangsaan dan makna nasionalisme menjadi sebuah pertanyaan besar. Rasa kepercayaan sebagian masyarakat terhadap pemerintah, lembaga legislatif dan juga yudikatif mulai meluntur. Banyak anggota masyarakat yang kecewa karena melihat perilaku para pejabat dan pimpinannya yang menyalahgunakan wewenang, tidak peka terhadap kepentingan rakyat, dan lebih mementingkan kepentingan pribadi atau partainya. Begitu juga tidak sedikit produk hukum yang dihasilkan dan pelaksanaan yang dijalankan oleh aparat penegak hukum dirasakan kurang berpihak kepada rakyat. Yang lebih mengkhawatirkan adalah lunturnya semangat kebangsaan dan identitas nasional. Kondisi ini tentu akan mengancam eksistensi bangsa Indonesia.  Menghadapi problem semacam itu perlu dilakukan upaya-upaya antara lain menemukan alat perekat persatuan dan kesatuan serta simbol-simbol untuk meneguhkan identitas dan rasa kebangsaan Indonesia. Upaya ini misalnya dengan menggali dan mengkaji kembali peran serta nilai-nilai perjuangan dari para tokoh dan pemimpin bangsa, seperti kepemimpinan Sudirman dalam memerankan ketokohannya di masyarakat, sejak ia sekolah di Wiworotomo, sampai menjadi pimpinan HW dan Pemuda Muhammadiyah, bahkan sampai saat memimmpin perang gerilya bersama masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA
Atmojo, S.Sulistyo, 1985, Mengenang almarhum Panglima Besar Jenderal Soedirman     pahlawan besar (ebook)
Khamidah, 2008, Perjuangan Jenderal Soedirman Pada Masa Revolusi Fisik (1945-          1950),http://digilib.uinsuka.ac.id/1535/1/BAB%20I,%20BAB%20V,%20DAFTA         R%20PUSTAKA.pdf, diakses pada 23 Oktober 2016 pukul 21:23 WIB

Fransisca, Prabowo, 2013, Soedirman, http://sisca11142.blogspot.co.id/2013/11/pahla      wanku-idolaku.html, diakses pada 23 Oktober 2016 pukul 21:43 WIB
Share:

Pidato Singkat Sambutan Ketua Panitia HUT RI

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Innalhamdalillah nahmaduhu wa nasta’inuhu wa nastaghfiruhu. Wa na’udzubillahiminsyururi anfusina wa min sayyiaati ‘amalina. Mayyahdihillah fala mudillalah. Wa mayyudlil fala hadiyallah. Asyhadu alla ilaaha illalloh wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rosuluh. Amma ba’du.

Yang terhormat, Bapak Camat Kecamatan Moyudan atau yang mewakili. Yang kami hormati, Bapak Lurah Desa Sumberagung atau yang mewakili. Yang kami hormati, Bapak Kepala Dusun Pendulan. Yang kami hormati Bapak-Bapak ketua RW dan ketua RT sedusun Pendulan. Serta seluruh masyarakat Dusun Pendulan yang berbahagia.
Alhamdulillah, marilah kita senantiasa bersyukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena pada malam hari ini kita diberi karunia sehat wal’afiat dan dapat merayakan 71 tahun kemerdekaan negara kita tercinta.

Sebelumnya, saya ucapkan terimakasih kepada pembawa acara yang telah memberikan waktu kepada saya untuk menyampaikan beberapa patah kata.

Hadirin yang berbahagia,
Tepat 71 tahun yang lalu, Bangsa Indonesia mengalami suatu peristiwa yang sangat penting, yakni diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Lebih dari tujuh dasawarsa bangsa ini menghirup udara kebebasan, berdiri di atas kaki sendiri, lepas dari segala bentuk cengkeraman penjajahan. Namun, perjuangan Bangsa ini belumlah usai, mengisi kemerdekaan tak kalah penting dengan merebut dan menegakkan kemerdekaan. Oleh karena itu, marilah kita berusaha mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal yang positif serta dengan menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan demi kemajuan bangsa.
Hadirin yang berbahagia,
Kami selaku panitia berharap acara ini bukan hanya sebagai ajang perlombaan dan tontonan semata, namun juga sebagai bentuk perwujudan dalam mengisi kemerdekaan, sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kegembiraan dalam menyambut Hari Ulang Tahun ke-71 Republik Indonesia. Di samping itu, acara ini juga bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi antar sesama warga dan meningkatkan eksistensi karang taruna Dusun Pendulan. Adapun hal terpenting yang ingin saya sampaikan adalah ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada seluruh masyarakat Dusun Pendulan yang telah memberikan sumbangan material maupun spiritual sehingga acara ini dapat terlaksana tanpa ada halangan yang menghadang. Saya di sini mewakili seluruh rekan-rekan panitia juga meminta maaf apabila penjamuan dan pelayanan fasilitas selama acara berlangsung kurang memuaskan.
Hadirin yang berbahagia,
Tidak lupa saya ingin mengajak kepada seluruh elemen masyarakat yang ada di Dusun Pendulan khususnya untuk terus mengokohkan soliditas dan kerjasama yang positif demi mewujudkan Indonesia yang maju dan sejahtera.

Demikian sambutan ini saya sampaikan. Semoga Allah SWT selalu memberikan kita petunjuk dan ridho-Nya di setiap langkah kita, aamiin. Dirgahayu Republik Indonesia.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Share: