Saturday, March 28, 2015

Sinopsis Novel "Salah Pilih"

A.    Identitas Buku
a.    Judul Buku             : Salah Pilih
b.    Nama pengarang    : Nur St. Iskandar
c.    Penerbit                  : Balai Pustaka
d.   Kota Terbit             : Jakarta
e.    Tahun Terbit
Cetakan pertama    : 1928
Cetakan ke-27       : 2006
f.     Jumlah Halaman      : viii + 262 halaman
g.    Ukuran                   : 14 × 20,5 cm
h.    ISBN                     : 979-407-178-1

B.     Sinopsis
     Di sebuah tempat bernama Sungaibatang, Maninjau, Suku Minang, Sumatera barat, tinggal sebuah keluarga yang terdiri atas seorang ibu, seorang anak laki-laki dan seorang lagi perempuan, serta seorang pembantu. Ibu itu bernama Mariati, si lelaki, Asri, dan yang perempuan, Asnah. Sementara pembantu itu bernama Liah dan dua anak itu biasa memanggilnya Mak Cik Lia. Keluarga itu saling mengasihi satu sama lain sekalipun dengan si pembantu dan Asnah yang bukan anak kandung Bu Mariati, mereka tidak peduli dengan hal tersebut. Asnah pun juga sayang pada perempuan yang dianggap sebagai ibu kandung itu. Ia selalu sabar merawat Bu Mariati yang tengah sakit.
     Asri dan Asnah semakin lama semakin dewasa dan semakin akrab sebagai saudara. Mereka terbiasa jujur satu sama lain, bahkan Asnah mengetahui rahasia kakaknya yang tidak diketahui sang bunda, begitu juga sebaliknya. Namun ada satu hal yang sangat dirahasiakan Asnah, dia menyayangi Asri lebih dari seorang kakak, melainkan rasa sayang seorang kekasih. Gadis itu sangat terpukul ketika sang ibu meminta anak lelakinya untuk segera menikah, dia tahu bukan ia yang akan menjadi pendamping Asri karena adat melarang pernikahan sesuku seperti mereka. Asri menjatuhkan pilihan pada seorang putri bangsawan yang cantik, adik kandung mantan kekasihnya. Gadis itu bernama Saniah. Mereka bertunangan lalu menikah setelah melewati beberapa adat Minangkabau.
     Pernikahan Asri dengan Saniah sangat jauh dari kata ‘bahagia’. Keduanya memiliki perbedaan yang sangat kuat dalam masalah adat. Saniah selalu disetir sang ibu untuk mengikuti adat yang sangat kaku dan kuno menurut Asri, karena Asri sudah terbiasa dengan pendidikan luar yang bebas. Ia sangat menghormati adat, namun ia tidak suka terlalu dikekang dan dipaksa-paksa seperti yang dilakukan Saniah padanya. Selain itu, Saniah adalah wanita yang sombong, keras kepala, membedakan kelas sosial masyarakat, dan tidak suka bergaul dengan tetangga. Saniah sangat cemburu dengan keberadaan Asnah dan ia ingin menyingkirkan gadis itu dengan berbagai cara, tentunya peran sang ibu tidak tertinggal.
     Suatu hari penyakit bu Mariati menjadi sangat parah. Asnah beserta Mak Cik Liah bergantian menjaganya, tak lupa juga Asri lebih sering mengunjungi ibunya yang telah diasingkan Saniah di bagian rumah mereka yang lain. Penyakit bu Mariati tidak dapat disembuhkan dan nyawanya telah lepas dari raga. Sebelum meninggal, ibu itu berpesan kepada anaknya, ia menyesal telah meminta Asri menikah, apalagi dengan Saniah. Wanita itu juga menjelaskan adat Minang yang tidak melarang Asri dan Asnah menikah karena mereka tidak sedarah. Wanita itu berpesan agar anak lelakinya itu menikah dengan anak angkatnya, Asnah yang sifatnya sangat mulia dan dimata semua orang.
Setelah kematian sang bunda, Asri selalu memikirkan petuah terakhir itu. Dan ia baru menyadari perasaan sayangnya kepada Asnah yang lebih setelah teman lamanya, Hasan Basri datang kepadanya untuk meminta izin memperistri Asnah. Ia sangat cemburu dan tidak bisa mengambil keputusan, sehingga segalanya ia serahkan kepada Asnah. Asri sangat lega ketika Asnah menolak pinangan teman lamanya itu. Tanpa saling bicara, keduanya bisa mengerti bahwa ada cinta diantara mereka. Saniah menangkap keganjilan pada suaminya sehingga ia memaki-maki Asnah sebagai wanita yang tidak tahu diri. Kejadian itu diketahui Asri sehingga ia sangat marah kepada Saniah dan keduanya bertengkar hebat, sementara Asnah memilih pergi dari rumah itu dan tinggal bersama bu Mariah, adik ibu Mariati. Semenjak kepergian Asnah, Asri tetap sering bertengkar dengan Saniah hingga ia tidak betah lagi berada di rumah gadang itu.
     Suatu ketika bu Saleah, ibu dari Saniah mendapat kabar bahwa anak lelakinya akan menikah dengan gadis biasa di perantauan. Ibu itu merasa geram, ia tidak mau mempunyai menantu miskin dan dari suku lain, kemudian ia mengajak Saniah beserta pembantu mereka pergi ketempat putranya untuk menggagalkan pernikahan itu. Saking geramnya, bu Saleah meminta sopir mobil yang ia sewa untuk mengebut walaupun jalanan sangat sulit. Alhasil, mobil yang mereka tumpangi kurang kendali sehingga masuk jurang lalu Saniah dan ibunya meninggal dunia.
     Semenjak Asri menduda, banyak wanita yang datang menghampirinya. Namun, ia tidak pernah goyah untuk mencintai Asnah, walaupun wanita-wanita yang menghampirinya lebih cantik. Asri tidak bisa lagi menahan cintanya. Setelah berunding dengan bibinya yang sekarang merawat Asnah, ia memutuskan menikah dengan Asnah dan meninggalkan segala harta dan jabatannya untuk merantau ke Jawa, karena jika tidak pergi dari situ, maka keduanya akan dikeluarkan dari suku secara tidak hormat. Perantauannya menghasilkan sesuatu yang baik. Asri punya kedudukan yang baik dan keduanya mempunyai banyak teman di sana. Ditengah rutinitas mereka di Jawa, tepatnya di Jakarta, tiba-tiba datang surat dari Maninjau meminta agar keduanya kembali ke sana dan Asri diminta untuk menjadi kepala pemerintahan. Tanpa pikir panjang mereka setuju untuk kembali ke Maninjau walaupun berat juga meninggalkan kawan-kawannya di Jakarta, mereka sangat rindu dengan kampung kelahirannya itu. Setibanya di Maninjau, mereka disambut meriah oleh warga yang sangat menghormati Asri atas jasa-jasanya sebelum ia merantau dulu dan atas kelembutan tabiat Asnah. Berawal dari Asri yang salah pilih istri, ia menjadi tahu siapa orang yang sebenarnya ia cintai dan dengan berusaha keras ia mampu hidup bersama sang kekasih dalam mahligai rumah tangga yang penuh cinta di kampung halaman tercinta.

C.     Unsur Intrinsik Novel
a.    Tema
Tema dalam Novel ini adalah tentang sosial, dimana menceritakan kesalahan seseorang dalam menentukan pilihannya.
b.    Tokoh dan Penokohan
a)      Asnah                  : Sabar, berbudi luhur, ramah, sopan, lembut, pemaaf, patuh
                               dan taat
pada orang tua, sedikit tertutup.
b)      Asri                      : Ramah, patuh terhadap orang tua, penyayang, lapang dada,
                               sabar, terpelajar.
c)      Saniah (istri Asri): Mudah cemburu, pendendam, pandai berpura-pura,angkuh,        bengis, cara bicaranya kasar dan suka menyindir   dengan kata-kata         yang pedas.
d)     Mariati                 : Baik hati, walau kadang sikapnya ketus dan masam, namun
                               Begitu penyayang tehadap keluarganya.
e)      Sitti Maliah          : Dapat dipercaya, baik hati, penyayang.
f)       Rangkayo Saleah : Tegas, angkuh, sombong, tinggi hati.
g)      Rusiah                 : Penyabar, baik budinya, lembut.
h)      Dt. Indomo         : Walaupun baik tetapi terlalu takut terhadap istrinya
                              sehingga tidak
dapat tegas dalam mengambil keputusan
i)        Kaharuddin         : Gigih, tegas, rendah hati, tidak suka membeda-bedakan
                               Orang karena perbedaan harta dan kekayaan saja.
j)        Mariah                 : Jujur, sabar
k)      St. Bendahara      : Jujur, memegang teguh adat, namun tidak mau
                               Mendengarkan pendapat orang lain yang bertentangan
                               dengannya.
c.    Alur
Novel ini menggunakan alur maju.
d.   Latar/Setting
a)    Latar tempat
Dalam novel ini disebutkan latarnya yaitu di daerah Minangkabau, Sumatera Barat yaitu di Maninjau, Sungai Batang, Bayur, dan Bukittinggi. Sebagian juga mengambil latar di pulau Jawa.
b)   Latar Waktu
Waktu yang digunakan dalam novel ini yaitu pagi, siang, sore dan malam.
c)    Latar Suasana
Latar suasana novel ini lebih berbau Melayu dan menampakkan suasana tegang, kacau, sedih dan gembira.
e.    Sudut Pandang
Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga
f.     Gaya penulisan
Penulisan novel ini sebagian besar menggunakan bahasa melayu yang di dalamnya terdapat sebagian kata yang kurang dapat dipahami, tidak sesuai dengan EYD, dan banyak kata-kata yang tidak dipakai lagi dalam perbincangan sehari-hari,  contohnya seperti “berkalang”,  di dalamnya juga terdapat beberapa pantun dan peribahasa Melayu.
g.    Amanat
a)    Walaupun sudah berpendidikan tinggi, janganlah lupa pada adat negeri sendiri.
b)   Janganlah menilai seseorang dari rupa atau hartanya saja
c)    Jangan membeda-bedakan orang karena kaya atau miskinnya
d)   Menurut pada perintah dan nasihat orang tua itu wajib hukumnya, tetapi jika perintah orang tua itu menuntun pada jalan yang salah, sebaiknya sebisa mungkin harus bisa menolaknya.
e)    Larangan dalam adat istiadat memang harus dipatuhi, namun jika agama saja membenarkan dan tidak melarangnya, sebaiknya kita berpegang teguh kepada hukum yang lebih tinggi nilainya yaitu hukum agama.
f)    Sesuatu yang menurut orang banyak itu salah, belum tentu merupakan suatu kesalahan. Karena pada dasarnya, kebenaran itu bukan dilihat dari berapa banyak orang yang mempercayainya, tetapi atas dasar apa sesuatu itu dapat disebut sesuatu yang benar.
D.    Unsur Ekstrinsik
a.     Latar Belakang Penulis Novel
Nur Sutan Iskandar, lahir di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat tanggal 3 November 1893 dan meninggal di Jakarta pada 28 November 1975 dalam usia 82 tahun. Setelah mendapat didikan pada sekolah Melayu dan bahasa Belanda pada tahun 1909, beliau diangkat menjadi guru. Sering pula beliau menulis untuk surat-surat kabar di Padang. Tahun 1919 beliau pindah ke Jakarta dan bekerja di Balai Pustaka. Pertama kali sebagai korektor naskah karangan sampai akhirnya menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925-1942). Kemudian ia diangkat menjadi Kepala Pengarang Balai Pustaka, yang dijabatnya tahun 1942 sampai 1945.Ia adalah sastrawan paling produktif di masanya. Tak kurang dari 82 judul buku diterbitkan atas namanya. Karyanya yang mula-mula diterbitkan berjudul Apa Dayaku Karna Aku Perempuan (1922). Kemudia terbit buku-buku lainnya : Cinta Membawa Maut (BP-1926), Salah Pilih (BP-1928), Hulu Balang Raja (BP-1934), Neraka Dunia (BP-1938), Cobaan (BP-1946, sekarang diganti judulnya jadi Turun ke Desa). Selain itu, beliau juga menulis buku bacaan untuk pelajar seperti Ceritera Tiga Ekor Kucing, Pengalaman Masa Kecil, Cinta Tanah Air, serta menerjemahkan karya Alexander Dumas : Tiga Orang Panglima Perang, Dua Puluh Tahun Kemudian, Graf de Monte Cristo: karya Sinkiewiz Iman dan Pengasihan, dan terakhir karya Tagore: Cinta dan Mata.
E.   Adat dan Kebiasaan
a.      Tidak bisa terwujudnya rasa cinta Asnah kepada Asri karena sukunya melarang keras mereka menjadi suami istri, Asnah dan Asri masih ada ikatan keluarga walaupun sangat jauh.Tetap dalam kehidupan nyata saat ini, hukum adat tersebut sudah mulai jarang ditaati, seperti antar sepupu melakukan perkawinan, dan masih banyak lagi contohnya.
b.      Sebuah adat istiadat rakyat minang yang berisikan “Pihak bako (keluarga almarhum dari orang tua yang meninggalkan anaknya) tidak mau menanggung atau mengurus anak dari almarhum keluarganya apabila ia anak tunggal.”
c.       Adat masyarakat minang yang membolehkan seorang laki-laki mempunya istri empat.
d.      Kebiasaan yang dimiliki orang Indonesia, yaitu jika menyangkut masalah kehidupan (perkawinan) anaknya orangtua antar kedua belah pihak saja yang berurusan dan saling setuju, tanpa memikirkan nasib kedua makhluk yang akan dipersatukan ini tanpa adanya rasa cinta diantara mereka.
Share:

0 comments:

Post a Comment